Jakarta – Keikutsertaan Renebook, unit penerbitan dari Rene Turos Group, kembali menjadi sorotan dalam gelaran Islamic Book Fair (IBF) 2025 yang digelar di Jakarta Convention Center (JCC), Senayan, pada Sabtu (21/6/2025). Salah satu agenda paling diminati di panggung Kreasi Hall A adalah bedah buku “Versi Ringkas 48 Laws of Power” karya fenomenal Robert Greene yang telah diterjemahkan dan diterbitkan oleh Renebook.
Acara ini menghadirkan Eep Saefulloh Fatah, konsultan politik senior dan lulusan Sosiologi Politik dari The Ohio State University. Dalam pemaparannya yang berlangsung lebih dari satu jam, Eep tidak hanya membedah isi buku Greene, tapi juga menyampaikan refleksi tajam mengenai realitas kekuasaan di Indonesia hari ini dan ke depan.
“Buku ini seharusnya jatuh ke tangan orang-orang baik agar bisa menjadi senjata untuk melawan kezaliman kekuasaan,” tegas Eep dalam sesi tersebut.
Buku 48 Laws of Power dalam versi ringkas ini adalah adaptasi dari karya asli Greene yang membongkar taktik dan strategi kekuasaan dari berbagai era sejarah dan budaya. Meski hanya sekitar 200 halaman, buku ini mempertahankan esensi utama Greene dan telah dicetak ulang sebanyak 22 kali dalam waktu kurang dari setahun—menunjukkan tingginya minat dan permintaan publik.
Dalam diskusi, Eep menekankan bahwa politik bukan hal yang jauh dari kehidupan sehari-hari:
“Politik itu seperti udara, Anda boleh membenci polusinya, tapi Anda tidak bisa berhenti menghirupnya.”
Ia juga memberi catatan penting terhadap pemerintahan yang baru terpilih, dengan menekankan perlunya harapan yang realistis dan sikap kritis:
“Presiden yang baru, harapan saya, harus jadi presiden yang baik. Tapi dalam politik, kepercayaan tidak boleh diberikan sepenuhnya. Greene juga menyiratkan hal ini dalam bukunya.”
Salah satu pertanyaan menarik dari peserta menyentuh sisi kontroversial buku ini yang terkesan “brutal” dan usulan untuk membuat buku tandingan. Dengan lugas Eep menjawab:
“Kita tidak perlu buku tandingan. Yang kita butuhkan adalah sudut pandang yang bijak. Buku ini bisa menjadi cermin, bukan panduan untuk menjadi licik, tapi alat untuk memahami, mengkritisi, dan melawan praktik kekuasaan yang tidak adil.”
Topik lain yang turut dibahas adalah seputar absennya people power di tengah kondisi politik yang dianggap memburuk. Eep menjelaskan bahwa tidaknya muncul kegelisahan publik (people anxiety) menjadi salah satu faktornya:
“Penguasa membuat masyarakat merasa semuanya baik-baik saja, padahal sebaliknya. Ini juga termasuk salah satu hukum kekuasaan yang dijelaskan dalam buku Greene.”
Diskusi berlangsung sangat interaktif dan padat antusiasme, bahkan ketika waktu telah habis, masih banyak peserta yang ingin mengajukan pertanyaan. Sesi ini menjadi salah satu yang paling ramai dan menyita perhatian selama IBF 2025, membuktikan bahwa isu kekuasaan, politik, dan literasi kritis terus menjadi magnet bagi para pembaca Indonesia.