Cinta Tak Pernah Mati di Kota Rumi adalah catatan perjalanan Husein Muhammad ke kota Konya, Provinsi Konya, Turkiye. Kronika perjalanan dengan pendalaman spiritual dan refleksi.
***
Aroma cinta merebak di kompleks makam Jalaluddin Rumi di kota Konya, Turkiye. Pusara “Sang Pecinta” itu terletak hanya di tanah lapang, hanya sedikit lebih tinggi. Peziarah bisa melihatnya dari jarak amat dekat bahkan menyentuhnya.
Jangan bayangkan pusara itu di dalam masjid atau bangunana megah. Pusara itu bahkan tidak dibatasi pagar, sebagaimana makam para wali kebanyakan. Tak ada pula semacam zawiyah atau khanqah, yaitu ruang khusus bagi peziarah yang ingi salat atau bermunajat.
Makam ini ada di kompleks Museum Mevlana, bekas pusat aktivitas kaum sufi pada zaman Utsmaniyah. Tetapi makam itu tidak eksklusif. Ia terbuka, dekat, dan penuh cinta. “Mengunjungi makam Rumi menyadarkan saya akan arti cinta sejati,” kata Husein Muhammad, yang terhanyut dalam suasana batiniahnya.
Jalaluddin Rumi (1207-1273 M) adalah penyair asal Turkiye yang dikenal dengan puisi-puisi sufistiknya. “Kekasih adalah segalanya, pecinta hanya sebuah tabir. Kekasih hidup abadi, pecinta hanyalah benda mati,” begitu salah satu syairnya di kitab al-Matsnawi al-Maknawi.
Dalam hidupnya, Rumi secara konsisten senantiasa menggaungkan mahabbatullah, atau rasa cinta kepada sang pencipta. “Cinta tak ada hubungannya dengan panca indera dan arah mata angin. Tetapi memiliki tujuan, yaitu daya tarik yang dipancarkan oleh kekasih hati,” tandasnya.
Konya adalah kota pegunungan yang luasnya hampir 40 ribu KM2, setara kota Cirebon. Posisinya 700 kilometer sebelah tenggara Istambul. Inilah tempat bersemayam tiga sufi legendaris, yaitu Jalaluddin Rumi, Syams Tabrizi, dan al-Qunawi.
Syams Tabrizi adalah guru Jalaluddin Rumi, sedangkan al-Qunawi adalah sahabatnya. Di kompleks makam Jalaluddin Rumi juga disemayamkan seluruh keluarga besarnya, termasuk ayah dan putranya.
Mengunjungi makam ketiga tokoh ini, Husein Muhammad laksana masuk lorong waktu, kembali ke abad 13, ketika para tokoh ini hidup. “Saya melihat sorban dibalut kain hijau, pakaian khas maulana disematkan di atas batu nisan,” katanya.
Buku ini adalah oleh-oleh Husein Muhammad setelah mengunjungi Konya. Ia mencatat perjalannya dengan apik, lengkap dengan “dialog” kepada Sang Penyair dan kata-kata mutiara-mutiara peninggalannya.
Prinsip-prinsip pemikiran Rumi yang dikutip Husein dari beberapa kitab Sang Sufi membuat pembaca dapat membayangkan betapa agungnya sosok ini.
Ketika menjelang ajal menjemput, Rumi merasa bahagia dan melarang murid-muridnya menangis. “Mengetahui bahwa adalah Engkau yang mengambil kehidupan, kematian menjadi sangat manis. Selama aku bersama-Mu, kematian itu lebih manis dibandingkan kehidupan,” katanya.
Bila Marcopolo mewariskan cacatan perjalan fisik dan pandangan mata, Husein memberi lebih. Ia tidak sekedar mencatat, tetapi mengenang, mengagumi, dan meneladani.
Husein Muhammad adalah pengasuh pesantren Daar al-Tauhid, Cirebon. Ia adalah penulis dan aktifis, dan dikenal sebagai ulama pendukung emansipasi.
Judul: Cinta Tak Pernah Mati di Kota Rumi
Sub Judul: Perjalanan Menemukan Cinta Sejati dan Romansa Kisah Para Sufi
Genre: Agama, Sufisme
Penulis: Husein Muhammad
Penerbit: Rene Islam
Tahun Terbit: Cet 1 November 2024