Kitab at-Tibyan karya Imam Nawawi mengatur adab berinteraksi dengan Al-Qur’an. Menjadi penghafal al-Qur’an adalah jalan hidup. Perlu niat tulus dan komitmen berpaling dari dunia.
***
Al-Qur’an adalah kalamullah yang mulia. Ia bukan makhluk, melainkan firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. sebagai pedoman hidup bagi umat Islam.
Maka dari itu berinteraksi dengannya dibutuhkan adab dan tata krama, mulai niat, tata cara, hingga pantangannya.
Yang dimaksud berinteraksi dengan al-Qur’an adalah segala aktivitas terkait al-Qur’an meliputi membaca, mendengar, memahami, mempelajari, mengajar, dan menghafalkan al-Qur’an.
Imam Nawawi (631-676 H) adalah ulama asal Damaskus, Syria yang dikenal sebagai pemikir ahli fiqih dan hadis. Ia seorang hafiz al-Qur’an yang dikenal zuhud bahkan memiliki derajat wali, menurut Imam al-Suyuti. Nama lengkapnya Abu Zakaria Yahya Muhyiddin bin Syaraf An-Nawawi.
Orang yang dekat dengan al-Qur’an dijanjikan derajat tinggi oleh Allah, bahkan ia diangkat derajatnya sebagai manusia terbaik. “Sebaik baiknya kamu adalah yang belajar al-Qur’an dan mengajarkannya”. (HR. Bukhari)
Kepada mereka akan dijanjikan derajat tingi di akhirat bersama para utusan Allah, diberi syafaat, dan al’Qur’an akan diwujudkan sebagai makhluk indah yang menemani di alam kubur.
Pada dasarnya al-Qur’an adalah entitas agung. Bila ada yang ingin menjadi wadahnya, ia harus menempatkan diri sebagai sesuatu yang agung pula. Sebuah hadis menyebutkan: “al-ilmu nurun wa nurullahi ya yahdi lil ashi”. Ilmu itu cahaya, dan cahaya Allah tak diturunkan kepada mereka yang bermaksiat.
Imam Nawawi mengingatkan prinsip dasar bahwa menghafal kalamullah bukan aktifitas temporer atau hanya pilihan studi. Hammalat al-Qur’an adalah jalan hidup di dunia yang tembus hingga akhirat.
Ini bukan saja tentang menghafalnya dalam memori, tetapi harus diresepsi oleh diri dan jiwa sepenuhnya. Orang hafal al-Qur’an itu banyak, tetapi yang diridai Allah sedikit.
Sebuah hadis: “Sesungguhnya Allah mengangkat derajat beberapa kaum dengan firman ini dan merendahkan derajat kaum lainnya dengannya”. (HR. Muslim)
Banyak sekali ayat-ayat dan hadis yang mengatur adab dengan al-Quran baik eksplisit maupun implisit dan banyak yang lainnya menyebutkan konsekuensi-konsekuensi.
Misalnya yang membaca satu huruf, membaca tertatih-tatih, yang lancar, dan yang menghafalnya di luar kepala, memiliki ganjaran yang berbeda-beda.
Penghafal dan pengamal al-Qur’an meraih level tertinggi sebagaimana hadis: “Siapa yang membaca al-Quran dan mengamalkannya niscaya akan dipakaikan sebuah mahkota kepada kedua orang tuanya di hari kiamat yang sinarnya lebih indah dari pada matahari. Lantas bagaimana dengan yang mengamalkannya?, lanjut Rasulullah”. (HR. Abu Dawud).
Interaksi dengan al-Qur’an harus didasarkan prinsip memuliakan. Maka dari itu bekalnya harus niat ikhlas bukan motivasi materiil, kehormatan, atau jabatan. Sesungguhnya manusia diberi ganjaran berdasarkan niatnya.
Adab terhadap al-Qur’an juga sampai mengatur sikap harian para pelajar dan guru, cara memasuki majelis Qur’an, cara melihat murid, menjaga tangan dan pandangan, tidak boleh menolak murid, mendahulukan yang datang terlebih dahulu, dan sebagainya.
Kitab at-Tibyan dibagi dalam sepuluh bab. Yaitu keutamaan membaca dan menghafalkannya, keutamaan ahli al-Qur’an, memuliakan ahli al-Qur’an, dan adab pembelajaran.
Kemudian tentang pahala hafiz Qur’an, adab membacanya, adab masyarakat umum terhadap al-Qur’an, tentang ayat-ayat dan surat-surat yang dianjurkan dalam waktu dan keadaan tertentu, serta tentang memuliakan Musḫaf.
Judul: Kitab at-Tibyan
Sub Judul: Adab membaca dan menghafal al-Qur’an yang wajib diketahui Umat Islam
Judul Asli: At-Tibyan fi Adabi Hamalati al-Qur’an
Penulis: Imam Nawawi
Penerbit: Turos Pustaka
Tebal: 300 Halaman
Tahun Terbit: Cet 1 Februari 2024