AL-HIKAM (HARD COVER) – “Hikmah-hikmah dalam kitab Al-Hikam ini laksana wahyu Ilahi. Seandainya dalam shalat dibolehkan untuk membaca selain ayat-ayat al-Quran, bait-bait dalam kitab ini sangat layak untuk itu.” —Maulana al-‘Arabi, Sufi
A. Mustafa Bisri mendudukkan kitab ini sebagai “mutiara-mutiara cemerlang untuk meningkatkan kesadaran spiritual.” KH. Said Aqiel Siradj menilainya sebagai kitab yang “sangat penting untuk para pecinta jalan spiritual.” KH. Hasyim Muzadi memilihnya sebagai nama pondok pesantren yang didirikannya di Malang ( Al-Hikam ).
Begitu juga dai kondang KH. Abdullah Gymnastiar (Aa’ Gym), menjadikan kitab Al-Hikam ini sebagai salah satu materi utama pengajiannya. Tak ketinggalan, penulis novel best seller Ketika Cinta Bertasbih, Habiburrahman el-Shirazy, mengutip nama kitab ini sebagai salah satu bagian penting dalam alur novelnya.
Dan masih banyak lagi kiai, ulama, ustadz, guru, mubaligh, dan bahkan motivator yang mengutip bait-bait hikmah Ibnu Atha’illah ini—seorang sufi legendaris asal Mesir yang hidup pada abad ke-13 M (w. 1309 M). Kami sendiri menyebut kitab klasik Al-Hikam ini sebagai “Kitab Babon (Induk) Spiritualisme Islam.”
Inilah mahkota sastra kaum sufi, sebuah kitab rujukan utama soal tasawuf di dunia Islam yang memang tidak ringan untuk dipahami, namun terlalu sayang jika tidak diselami. Meskipun kitab Al-Hikam ini banyak diterjemahkan dalam berbagai versi, tetap saja kitab ini selalu dicari-cari orang.
Ibarat hidup di alam yang gersang, buku ini seperti setetes air yang akan memuaskan dahaga spiritual manusia modern. Selamat membaca dan mengamalkan!
Siapa penulis buku ini?
Ibnu Atha’illah adalah seorang imam sufi besar abad ke-7 H, penceramah ulung, kiai tarekat, ahli hadis, dan ahli fikih Mazhab Maliki.
Ia lahir di Kota Iskandariah, Mesir pada 658 H/1250 M. Ia tumbuh dan besar di kota Iskandariah. Pada masa kecilnya, Ia dikenal sebagai seorang anak yang gemar belajar. Ia mempelajari tafsir, hadis, fikih, ushul fikih, ilmu kalam dan filsafat.
Di usia yang masih belia, ia telah menguasai beberapa disiplin ilmu, seperti ilmu nahwu, tafsir, ushul fikih, dan hadis. Bahkan, Ibnu Atha’illah masih sangat muda ketika ia terkenal sebagai salah seorang pakar fikih mazhab Maliki.
Pada masa dewasanya, Ibnu Atha’illah dikenal luas sebagai seorang alim yang menghiasi dirinya dengan berbagai disiplin ilmu yang telah dipelajarinya. Ia menumpahkan seluruh hatinya saat ia memberikan nasihat, wejangan, dan arahan sehingga setiap ucapannya sangat berpengaruh kuat hingga merasuk ke dalam jiwa. Hal ini sesuai dengan kesaksian para murid dan ulama yang hidup sezaman dengannya.
Akhirnya setelah mengalami berbagai macam fase kehidupan yang penuh dinamika intelektual dan spiritual, Ibnu Atha’illah pun dinobatkan oleh umat menjadi seorang guru ketiga Tarekat asy-Syadziliyah.
Pada tahun 709 H/1309 M, ketika ia tengah mengajar murid-muridnya, Ibnu Atha’illah pun dipanggil kembali ke hadirat Allah SWT pada usia 60 tahun. Semoga Allah swt. merahmatinya. Amin.
Ulasan
Belum ada ulasan.