FIKIH PANDEMI DALAM ISLAM – Sebenarnya, seperti apa protokol kesehatan dalam menghadapi suatu wabah atau pandemi menurut ajaran Islam?
Adalah keliru pandangan yang menyatakan bahwa Islam tidak bisa berbuat banyak dalam menghadapi sebuah pandemi. Buku ini hadir sebagai bukti sekaligus referensi bahwa sejak 1400 tahun lalu, Islam sudah memiliki ajaran sekaligus praktik baik dalam menghadapi wabah, baik itu bersifat regional maupun global.
Dan bukan sekadar sebagai referensi, buku karya Syaikhul Islam Zakaria al-Anshari (1420-152) ini juga bisa menjadi legitimasi ilmiah-religius yang terpercaya dalam konteks menghadapi pandemi. Protokol kesehatan selama pandemi Covid-19 misalnya, yaitu dengan tidak keluar rumah atau bepergian ke daerah wabah, tidak berkerumun dan menjaga jarak, serta seruan menjaga imunitas tubuh, dll., ternyata sudah dipraktikkan sejak zaman dulu, dan itu didasarkan pada dalil-dalil al-Qur’an dan Hadis yang otoritatif.
Ajaran Islam dan sains ternyata masih satu tarikan napas. Bukan sesuatu yang harus dipertentangkan, tapi justru saling mendukung. Buku ini layak dibaca oleh siapapun yang ingin memahami pandemi dalam pandangan Islam, terutama bagi para pengambil kebijakan, aparatur negara, para dokter dan tenaga medis, epidemolog, agawaman hingga para pelajar, santri dan akademisi. Dan agar lebih komprehensif, buku ini juga dilengkapi dengan teks asli buku dalam Bahasa Arab dan Q&A tentang Covid-19. Selamat membaca.
Siapa penulis buku ini?
Zakaria al-Anshari dilahirkan di Mesir pada tahun 823 H/1420 M dan wafat pada tahun 526 H/1131 M di Naisabur, Iran. Masa kecil beliau penuh dengan keprihatinan, karena ayahnya meninggal dunia ketika ia masih balita sehingga Zakaria kecil hidup hanya bersama ibunya.
Pada tahun 841 H/1437 M, beliau pergi ke kota Kairo dan belajar di al-Azhar Kairo. Bakat menghafalnya kemudian berlanjut ketika ia menimba ilmu di sini. Dalam rentang waktu yang relatif pendek, Zakaria muda telah menghafal al-Quran dan beberapa kitab, seperti Alfiyah ibnu Malik, al-Minhaj, asy-Syathibiyah, dan lainnya.
Di tengah pengembaraan ilmu yang pertama ini, Zakaria muda sempat pulang ke kampung halamannya untuk bekerja. Namun, beberapa waktu kemudian, ia kembali ke Kairo melanjutkan penggalian ilmu.
Pada masa pengembaraan yang kedua ini, Zakaria al-Anshari mempelajari hampir semua kitab dalam berbagai macam cabang keilmuan, termasuk matematika, seni menulis indah, dan ilmu retorika. Tidak heran jika kemudian guru-gurunya memberikan pujian dan ijazah keilmuan padanya. Lebih dari 150 ijazah telah diberikan kepadanya, termasuk ijazah dari Ibnu Hajar al-Asqalani, yang menuliskan kata-kata dalam ijazahnya, “Aku izinkan bagi Zakaria untuk membaca al-Qur’an dengan jalur periwayatan yang ia tempuh, dan mengajarkan fikih yang telah dituliskan dan diserahkan al-Imam asy-Syafi’i. Kepada Allah, kami, aku, dan Zakaria, memohon pertolongan untuk kelak dapat bersua dengan-Nya.”
Pada tahun 850 H/1446 M, beliau meninggalkan Mesir menuju Hijaz untuk menunaikan Ibadah Haji. Di sana, beliau bertemu dengan beberapa Ulama dan belajar kepada mereka, khususnya ilmu hadis, di mana beliau mendapatkan ijazah dengan sanad yang ‘aly dan langka. Di antara ulama yang memberikan ijazah kepada beliau adalah as-Syarof Abu al-Fath al-Maroghi. Beliau juga bertemu dengan Ibnu Fahd dan dua hakim (Qadhi), Abu al-Yaman an-Nuwairy dan Abu as-Sa’adat Ibnu Zahirah.
Quotes:
- Sebagian ulama menafsirkan taun sebagai penyakit yang menghambat peredaran darah menuju berbagai anggota tubuh.
- “Barang siapa meninggal di tengah (wabah) taun, dia adalah syahid.” (HR. Muslim)
- Allah menetapkan pahala setara dengan orang syahid bagi yang bertahan di daerah taun sembari bersabar dan berharap pahala dari-Nya.
Ulasan
Belum ada ulasan.